100 Industri 1000 Warung Kopi

M Firin
4 min readJan 12, 2020

--

Di tempat tinggal penulis memang memiliki ciri khas akan warung kopi nya, warung kopi ini yang dimaksud ialah orang yang jualan kopi siap di seduh. Budaya warung kopi memang sudah ada sejak saya zaman SD, penulis kelahiran 93. Jadi dikira-kira saja penulis pada saat SD itu tahun berapa, walaupun memang warung kopi dulu tidak seperti warung kopi sekarang. Kalau dulu orang memesan kopi agar tidak mengantuk, kalau sekarang orang memesan kopi untuk terhubung dengan wifi warung saja. Bahkan beberapa cuman memang mencari wifi saja, alih-alih memesan teh hangat yang paling murah untuk terhubung wifi.

Dari segi penghasilan di tempat penulis terdapat 398 Industri menurut data Industri. Dari 398 Industri tersebut tersebar di wilayahnya masing-masing. Apakah tidak ada wilayah hijau untuk tempat lainnya? Wilayah hijau masih ada ditempat penulis dikarenakan memang itu syarat dari pendirian sebuah Industri, dan itu harus stel kenceng untuk pihak pemerintah supaya 389 Industri taat peraturan semua. Pertanyaan umum untuk wilayah penulis, biasanya berkutat dengan sejak kapan wilayah penulis menjadi wilayah Industri, dan kenapa itu bisa terjadi? Pertanyaan ini ialah pertanyaan umum bagi orang yang memiliki akal sehat, kenapa bagi orang yang memiliki akal sehat? Karena akal sehat itu terjadi bukan karena langsung Ada, akan tetapi dari proses lama pengasahan entah melalui diskusi atau sekedar pertanyaan — pertanyaan remeh, seperti “dari mana kita berasal?” pertanyaan-pertanyaan seperti ini memang tidak diwajibkan di jawab hanya sebagai retorika saja, tetapi apabila setiap minggu atau sebulan sekali akan di berikan pertanyaan-pertanyaan remeh seperti di atas, akal akan bekerja terus menerus untuk mengidentifikasi jawaban yang pas dari pengalaman hidup kita atau beberapa wacana buku yang kita baca.

Menjawab pertanyaan tadi tentang sejak kapan wilayah penulis menjadi wilayah Industri, dan kenapa itu bisa terjadi? Apabila mengacu sejarah era Indonesia memang wilayah penulis sejak presiden pertama sudah di tetapkan sebagai wilayah Industri Semen, sehingga di beri kekhususan ialah sebelumnya ikut Kabupaten Surabaya, akhirnya bisa menjadi kabupaten sendiri. Apabila dicari lebih dalam lagi siapa yang menemukan wilayah penulis memiliki potensi Semen? Sebenarnya itu ketika era Belanda, ya memang kita tidak bisa lepas dari negara dengan bendera Merah Putih Biru. Sarjana Belanda bernama Ir Van Ess melakukan penelitian geologis di wilayah saya, ternyata Gresik memiliki deposit batu kapur dalam jumlah besar, akan tetapi setelah meletusnya perang dunia kedua gejala politik global berubah semua dan belanda di usir oleh jepang, sehingga potensi itu hanya sebagai potensi di selembar informasi. Akan tetapi wakil presiden pertama kita Drs Moh Hatta, entah darimana beliau tau potensi tersebut, sehingga mendorong pemerintah untuk membangun pabrik Semen di wilayah penulis, seperti itu.

Mungkin akan ada pertanyaan lagi duluan mana antara Industri dengan Warung kopi di wilayah saya? Pembaca jangan menganggap bahwa penulis sedikit narsistik karena sering bertanya, dan menjawab-menjawab sendiri. Seperti itulah dialektika terjadi, jadi untuk pembaca yang menanyakan seperti itu sudah saya jawab. Apabila dikatakan duluan mana antara warung kopi dengan Industri, sebelum menjawab itu sebaiknya kita tengok terlebih dahulu tentang pengertian Industri di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ialah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan mesin. Dari pengertian dapat kita ketahui bahwa mesin adalah kunci untuk membedakan antara yang industri dengan yang bukan, sedangkan untuk warung kopi adalah orang jualan kopi. Jadi bisa dikatakan warung kopi sudah ada dulu di wilayah penulis, karena mesin sendiri masuk ke wilayah penulis setelah ada pembukaan akses Jalan Tol ketika pembangunan pabrik Semen. Sedangkan warung kopi sudah ada dan menjadi budaya di wilayahnya masing-masing.

Beberapa orang tua, ok kita perjelas saja orang tua disini ialah ketika umurnya diatas 65 tahun ya mungkin lebih ke mbah-mbah. Pernah penulis bertanya kepada ‘beliau’ (lali jenenge) warung kopi memang sudah ada, mbah-mbah atau orang tua akan melakukan ritual ngopi ketika selesai sholat subuh, atau sekedar menunggu maghrib, apakah mbah-mbah kita tidak bekerja? Hei!!, definisi pekerjaan dan standar pekerjaan sekarang berbeda dengan pekerjaan era mbah-mbah kita, di era orang tua pekerjaan ialah berdagang dan mengolah tambak. Jadi bisa dibayangkan bagaimana senggang nya hidup mbah-mbah kita dan budaya konsumtif belum ada karena memang iklan pada era mbah-mbah tidak semarak sekarang. Jadi kenapa mbah-mbah kita hidup sederhana dan keinginanya paling cuman ingin naik Haji. Jadi pemuda zaman now, jangan heran ketika mbah-mbah kita bisa naik haji tetapi rumah mbah-mbah kita bahkan seperti gedeg belum ada tembok sama lantai tekel.

Apabila kita mengetahui pola hidup dari mbah-mbah kita, yang masih continue ialah ritual ngopi yang diteruskan oleh pemuda zaman now. Jadi apakah mbah-mbah kita menurunkan DNA ritual ngopi sebagai ke identikan wilayah kita? Sudahkan akal sehat pembaca diasah?

--

--

M Firin

Gresik, imigran gelap dari Wordpress. Catatan harian iseng.